ARIMA Dengan SPSS: Tutorial Dan Penjelasan Forecasting Deret Waktu

Dalam kesempatan ini kita akan menjelaskan tata cara atau tutorial dalam melaksanakan analisis ARIMA dengan SPSS, dimana artikel ini bisa sebagai pelengkap artikel-artikel sebelumnya tentang analisis deret waktu dan analisis ARIMA menggunakan aplikasi-aplikasi lainnya.

Baca artikel sebelumnya: ARIMA dengan EViews dan ARIMA dengan STATA!

Analisis ARIMA atau Autoregressive Integrated Moving Average adalah metode analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data deret waktu atau time-series. Analisis ini juga dikenal dengan istilah Analisis Box-Jenkins karena ditemukan dan diperkenalkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins.

Tutorial ARIMA dengan SPSS

Definisi Dan Unsur p, d Serta q Dalam ARIMA

Karena telah dijelaskan secara lengkap dalam artikel-artikel sebelumnya tentang ARIMA, maka dalam kesempatan ini kita langsung saja masuk ke materi tutorial ARIMA dengan SPSS.

Hanya saja yang penting untuk direview adalah bahwa unsur ARIMA terdiri dari 3 unsur yaitu: AR atau Autoregressive, Integrated atau Differencing dan Moving Average atau MA. Simbol bagi ketiga unsur tersebut yaitu p untuk AR, d untuk Differencing dan q untuk MA.

Jadi ARIMA(p,d,q) merupakan analisis deret waktu yang terdiri dari unsur p,d dan q, misalnya ARIMA(2,1,3) yang artinya ARIMA dengan unsur p = 2, d = 1 dan q = 3.

Setelah anda dipastikan paham tersebut maka kita bisa masuk ke tahap berikutnya dalam Tutorial ARIMA dengan SPSS ini.

Persiapan Data ARIMA dengan SPSS

Siapkan data deret waktu anda dalam aplikasi Excel untuk memudahkan analisis ARIMA  dengan SPSS selanjutnya, dimana tampilannya adalah sebagai berikut:

Data di Excel untuk ARIMA dengan SPSS
Data di Excel untuk ARIMA dengan SPSS

Anda juga bisa mendownload file excel seperti gambar diatas DISINI!

Sesuai dengan data yang sudah anda download, maka dapat kita lihat bahwa data tersebut adalah data time-series atau data deret waktu menggunakan periode bulanan. Pastikan jika anda membuat data dalam excel seperti contoh, ada kolom No atau Nomor yang berurutan nilainya sehingga dapat digunakan sebagai referensi deret waktu.

Data tersebut merupakan data bulanan mulai bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2023. Kolom A yaitu No sebagai referensi deret waktu sedangkan variabel yang akan diramalkan atau forecasting adalah X. Dalam hal ini silahkan variabel X tersebut dapat diganti sesuai kebutuhan misalnya Return Saham.

Import Data ARIMA dari Excel Ke SPSS

Selanjutnya adalah Import Data ARIMA dari Excel Ke SPSS. Silahkan buka aplikasi SPSS anda kemudian gunakan menu File -> Import Data -> Excel, kemudian pilih file Excel yang akan anda import.

Import Data ARIMA
Import Data ARIMA

Setelah proses import selesai, maka selanjutnya masuk ke tahap analisis ARIMA dengan SPSS.

Uji Stasioneritas

Uji Stasioneritas Pada Data Level

Langkah berikutnya dalam tutorial ARIMA SPSS ini yaitu uji stasioneritas. Caranya adalah pada menu SPSS, klik menu: Analyze -> Forecasting -> Sequence Charts. Dalam tutorial ini kita menggunakan SPSS versi 26. Jika anda menggunakan versi yang lebih lama mungkin tidak akan menemukan menu Forecasting, namun sebagai gantinya biasanya adalah menu Time-Series. Jadi menu yang anda pilih jika menggunakan versi lebih lama adalah: Analyze -> Time-Series -> Sequence Charts.

Uji Stasioneritas SPSS Pada Data Level
Uji Stasioneritas SPSS Pada Data Level

Sesuai gambar diatas, X sebagai variabel yang akan dilakukan peramalan masuk ke kotak Variables sedangkan No atau Nomor masuk ke Time Axis Label. Karena tahap ini adalah uji stasioneritas pada data level, maka Difference jangan dicentang. Dan karena juga belum dilakukan transformasi, maka Natural log transform juga jangan dicentang. Selanjutnya klik OK!

Output Uji Stasioneritas Pada Data Level
Output Uji Stasioneritas Pada Data Level

Berdasarkan hasil uji stasioneritas ARIMA dengan SPSS pada data level menggunakan diagram line seperti diatas, tampak bahwa data ada kecenderungan meningkat seiring waktu maka kesimpulannya adalah data level tidak stasioner pada rata-rata.

Sehingga langkah selanjutnya adalah uji stasioneritas pada data First Difference atau ordo pertama yaitu selisih antara data periode saat ini dengan 1 periode sebelumnya atau Yt – Yt-1.

Uji Stasioneritas Pada Data First Difference

Caranya seperti gambar dibawah ini:

Uji Stasioneritas SPSS Pada First Difference
Uji Stasioneritas SPSS Pada First Difference

Caranya sama dengan cara sebelumnya namun ada perbedaan yaitu: Difference dicentang dan diberi nilai 1 yang artinya first difference. Dan karena belum dilakukan transformasi, maka Natural log transform jangan dicentang. Selanjutnya klik OK!

Output Uji Stasioneritas First Difference
Output Uji Stasioneritas First Difference

Berdasarkan hasil uji stasioneritas ARIMA dengan SPSS pada data first difference menggunakan diagram line seperti diatas, tampak bahwa data sudah tidak ada kecenderungan meningkat seiring waktu atau dengan kata lain data mengikuti sumbu 0 dalam setiap periodenya. Maka kesimpulannya adalah data first difference sudah stasioner pada rata-rata.

Namun fluktuasinya sangat besar, maka kemungkinan besar data first difference tersebut tidak stasioner pada ragam atau variance. Maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan transformasi Logaritma Natural atau LN.

Sehingga langkah selanjutnya adalah uji stasioneritas pada data First Difference atau ordo pertama dengan transformasi LN yaitu selisih antara LN data periode saat ini dengan LN 1 periode sebelumnya atau LN_Yt – LN_Yt-1.

Uji Stasioneritas Pada Data First Difference dengan Transformasi Logaritma Natural

Caranya sama dengan cara sebelumnya namun ada perbedaan yaitu: Difference dicentang dan diberi nilai 1 yang artinya first difference serta Natural log transform dicentang. Selanjutnya klik OK!

Output Uji Stasioneritas LN First Difference
Output Uji Stasioneritas LN First Difference

Berdasarkan hasil uji stasioneritas ARIMA dengan SPSS pada data LN first difference menggunakan diatas, tampak bahwa data sudah tidak ada kecenderungan meningkat seiring waktu atau dengan kata lain data mengikuti sumbu 0 dalam setiap periodenya. Maka kesimpulannya adalah data first difference sudah stasioner pada rata-rata.

Dan fluktuasinya tidak sangat besar, maka kemungkinan besar data LN first difference tersebut sudah stasioner pada ragam atau variance. Maka selanjutnya analisis ARIMA dengan SPSS dalam artikel ini adalah menggunakan data First Difference dengan transformasi Logaritma Natural atau LN.

Selain itu sudah dapat diputuskan bahwa unsur d dalam ARIMA(p,d,q) adalah 1 dengan dengan transformasi Logaritma Natural.

Selanjutnya adalah masuk pada tahap menentukan unsur p atau AR dan unsur q atau MA menggunakan metode Overfitting atau mencari nilai terbaik.

Overfitting dalam ARIMA dengan SPSS

Overfitting ini dapat dilakukan dengan menggunakan Correlogram yaitu diagram Autokorelasi atau ACF dan diagram Parsial Autokorelasi atau PACF. Diagram ACF akan menentukan nilai q atau MA. Sedangkan PACF menentukan nilai p atau AR.

Caranya adalah adalah pada menu SPSS, klik menu: Analyze -> Forecasting -> Autocorrelation.

Diagram ACF

Hasilnya adalah:

Correlogram ARIMA dengan SPSS
Correlogram ARIMA dengan SPSS

Selanjutnya klik OK. Maka outputnya sebagai berikut:

Diagram ACF SPSS
Diagram ACF SPSS

Perhatikan bahwa ada 3 garis pada grafik ACF diatas, yaitu garis sumbu 0 dan 2 garis white-noise di sumbu 0,25 dan -0,25. Tampak bahwa pada Lag 1, Bar melebihi batas garis -0,25 lalu kemudian Cutt-off pada Lag ke-2 dimana pada lag ke-2 Bar sudah berada diantara 2 garis white-noise. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan unsur q atau MA dalam ARIMA SPSS ini adalah 0 atau 1 atau 2.

Diagram PACF

Hasilnya adalah:

Diagram PACF SPSS
Diagram PACF SPSS

Tampak bahwa pada Lag 1, Bar melebihi batas garis -0,25 lalu kemudian Cutt-off pada Lag ke-2 dimana pada lag ke-2 Bar sudah berada diantara 2 garis white-noise. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan unsur p atau AR dalam ARIMA SPSS ini adalah 0 atau 1 atau 2.

Maka kesimpulannya, alternatif model ARIMA(p,d,q) yang dapat dipilih melalui langkah overfitting antara lain: ARIMA(0,1,1), ARIMA(0,1,2), ARIMA(1,1,0), ARIMA(1,1,1), ARIMA(1,1,2), ARIMA(2,1,0), ARIMA(2,1,1), ARIMA(2,1,2). Jadi ada 8 kemungkinan yang dapat dipilih nantinya sebagai model terbaik berdasarkan nilai-nilai atau parameter standar error dan uji Ljung Box Q Test.

Parameter standar error yang dapat digunakan pada ARIMA dengan SPSS adalah banyak sekali, namun mempunyai prinsip yang hampir sama dimana semakin kecil nilainya maka model tersebut semakin baik. Untuk efisiensi, dalam tutorial ARIMA dengan SPSS ini kita cukup menggunakan 3 parameter saja yaitu: Root mean square error (RMSE), Mean absolute percentage error (MAPE) dan Normalized BIC.

Sedangkan uji Ljung Box Q Test untuk menilai independensi dari residual atau apakah terjadi white-noise pada galat taksiran atau sisaan model ARIMA. Jika nilai p-value uji Ljung Box Q Test lebih dari 0,05 (Alpha) maka residual adalah independen atau yang berarti tidak ada masalah white-noise pada sisaan model ARIMA.

Dalam rangka memudahkan langkah overfitting, silahkan buat tabel bantu di dalam excel sebagai berikut:

Tabel Bantu Overfitting ARIMA
Tabel Bantu Overfitting ARIMA

Sesuai dengan tabel bantu diatas, maka model yang akan dipilih adalah model yang memenuhi syarat white-noise yaitu dengan p-value lebih dari 0,05, semua variabel signifikan dan nilai Error paling kecil.

Langkah ARIMA dengan SPSS

Langkah ARIMA dengan SPSS adalah sebagai berikut: klik menu: Analyze -> Forecasting -> Create Traditional Models.

Tab Variables

Tampilan pada Tab Variables adalah sebagai berikut:

Arima dengan SPSS Tab Model dan Variables
Arima dengan SPSS Tab Model dan Variables

Masukkan X sebagai variabel yang dilakukan peramalan ARIMA ke dalam kotak Dependent variables. Sedangkan kotak Independent variables dibiarkan kosong. Kotak ini dapat anda isi jika model ARIMA anda menggunakan faktor eksogen yaitu variabel luar lainnya yang diduga turut mempengaruhi nilai ramalan dari variabel yang akan diramalkan nilainya.

Tab Arima Criteria

Kemudian pada Combo-box Method, anda pilih ARIMA. Selanjutnya tombol Criteria anda klik, maka akan tampil jendela sebagai berikut ini:

ARIMA Criteria
ARIMA Criteria

Sesuai dengan hasil analisis Stasioneritas sebelumnya, data yang akan digunakan menggunakan Logaritma Natural First Difference, maka pada baris Difference (d) kolom Non Seasonal silahkan isi dengan angka 1. Dan pada pilihan Transformation silahkan anda pilih Natural log.

Selanjutnya centang Include constant in model jika akan menggunakan intercept di dalam Model ARIMA SPSS anda. Jika tidak menggunakan intercept maka jangan dicentang.

Selanjutnya sesuai tabel bantu berdasarkan correlogram sebelumnya, overfitting ARIMA yang akan diuji pertama kali adalah ARIMA(0,1,1) maka pada baris Autoregressive (p) kolom Non Seasonal silahkan isi dengan angka 0. Dan pada baris Moving average (q) kolom Non Seasonal silahkan isi dengan angka 1. selanjutnya klik Continue.

Tab Statistics

Selanjutnya klik Tab Statistics:

Tab Statistics ARIMA dengan SPSS
Tab Statistics ARIMA dengan SPSS

Silahkan centang antara lain sesuai gambar Tab Statistics ARIMA SPSS diatas, yaitu antara lain: (Display fit measure, Ljung-Box statistics, and number outliers by model)Fit Measure (Stationary R square, R square, RMSE, MAPE, Normalized BIC), Goodness of fit, Parameter estimates dan Display Forecast.

Tab Plots

Kemudian klik Tab Plots:

Tab Plots
Tab Plots

Silahkan centang semua pilihan pada group Plots for Individual Models.

Contoh Hasil Analisis ARIMA(0,1,1)

Sedangkan tab lain biarkan semuanya apa adanya. Selanjutnya pada jendela utama SPSS anda, silahkan klik OK!

Contoh Output ARIMA dengan SPSS
Contoh Output ARIMA dengan SPSS

Berdasarkan hasil analisis pada ARIMA(0,1,1) diatas, besaran nilai RMSE adalah sebesar 1,876, MAPE sebesar 2,701, N-BIC sebesar 1,339 dan p-value Ljung Box Q sebesar 0,012<0,05 atau tolak H0 yang artinya pada model ARIMA(0,1,1) terjadi white-noise.

Contoh Output Parameter Estimate ARIMA
Contoh Output Parameter Estimate ARIMA

Hasil uji parsial atau parameter estimate ARIMA SPSS menunjukkan bahwa MA1 sebagai variabel mendapatkan nilai koefisien sebesar 0,284 dengan p-value uji t sebesar 0,002<0,05 sehingga tolak H0 atau yang berarti variabel MA1 adalah signifikan dalam meramalkan nilai X.

Selanjutnya setelah didapatkan nilai-nilai pada ARIMA(0,1,1) maka silahkan masukkan ke dalam tabel bantu excel yang sudah disiapkan sebelumnya.

Kemudian ulangi cara-cara diatas pada semua model ARIMA yang dilakukan overfitting. Caranya pada SPSS adalah sama dengan cara ARIMA(0,1,1) sebelumnya, hanya saja cukup mengubah nilai Autoregressive (p) dan Moving average (q) di tab ARIMA Criteria.

Jika anda benar mengikuti langkah-langkah yang diharapkan dalam tutorial ARIMA dengan SPSS ini, seharusnya hasil overfitting seperti dalam tabel bantu di bawah ini:

Hasil Akhir Overfitting
Hasil Akhir Overfitting

Berdasarkan hasil overfitting pada beberapa model ARIMA, menunjukkan hasil bahwa model ARIMA(0,1,1) tidak memenuhi syarat white-noise. Model ARIMA(1,1,1), ARIMA(2,1,0) dan ARIMA(2,1,2) mempunyai variabel yang tidak signifikan.

Sedangkan sisanya yang memenuhi syarat, ternyata model ARIMA(1,1,2) merupakan model dengan 2 nilai error yang terendah berdasarkan parameter RMSE dan N-BIC. Nilai MAPE model tersebut juga termasuk rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA(1,1,2) dengan transformasi LN merupakan model akhir terbaik yang dipilih. Maka selanjutnya model tersebutlah yang dapat digunakan sebagai model peramalan terhadap variabel X yang dimaksud.

Kesimpulan Model ARIMA Terpilih

Berdasarkan semua tahapan yang telah dilalui dalam artikel Tutorial ARIMA dengan SPSS diatas, sampailah pada kesimpulan bahwa model ARIMA terbaik yang dipilih adalah ARIMA(1,1,2). Berdasarkan output ARIMA Model Parameter di aplikasi SPSS pada model tersebut dapat digunakan sebagai model peramalan variabel.

Bagaimana cara membuat persamaan ARIMA? Silahkan baca artikel kami lainnya yang telah tuntas membahas hal tersebut: ARIMA dengan EViews dan ARIMA dengan STATA!

Hasil prediksi ARIMA(1,1,2) dapat dilihat pada grafik output ARIMA SPSS sebagai berikut:

Grafik Forecasting ARIMA SPSS
Grafik Forecasting ARIMA SPSS

Berdasarkan grafik forecasting atau peramalan diatas, jelas bahwasanya hasil prediksi atau FIT selalu berada diantara 2 garis confident level (Upper dan Lower atau UCL dan LCL) sehingga model prediksi sudah stabil.

Demikian artikel kami kali ini dan semoga bermanfaat.

Baca juga: Tutorial VECM dengan EViewsTutorial ARDL dengan EViews, Tutorial Cara Regresi Data Panel dengan STATA, Tutorial Regresi Data Panel dengan Eviews: Penjelasan Lengkap dan Regresi Linear R Studio: Tutorial, Uji Asumsi dan Penjelasan.

Daftar Pustaka ARIMA Dengan SPSS

Box, G. E. P., G. M. Jenkins, and G. C. Reinsel. 2008. Time Series Analysis: Forecasting and Control. 4th ed. Hoboken, NJ: Wiley.

Chatfield, C. 2004. The Analysis of Time Series: An Introduction. 6th ed. Boca Raton, FL: Chapman & Hall/CRC.

Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. 2nd ed. New York: Wiley.

Greene, W. H. 2012. Econometric Analysis. 7th ed. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Hamilton, J. D. 1994. Time Series Analysis. Princeton: Princeton University Press.

Harvey, A. C. 1989. Forecasting, Structural Time Series Models and the Kalman Filter. Cambridge: Cambridge University Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Jasa Olah dan Analisis Statistik Oleh Statistikian Tahun 2024